Sunday, April 17, 2016

Bank Garansi | Guarantee


Bank Garansi adalah jaminan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang dijamin tidak bisa memenuhi kewajibannya/cidera janji (wanprestasi). 
Secara umum Bank Garansi terdiri atas jenis :
  1. Bid Bond = Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin/dalam rangka mengikuti tender.
  2. Performance Bond = Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pelaksanaan suatu pekerjaan.
  3. Advance Payment Bond = Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin uang muka yang telah dibayarkan oleh pemilik proyek/pemberi kerja kepada kontraktor/pelaksana kerja.
  4. Retention Bond = Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin masa pemeliharaan hasil pelaksanaan dari suatu proyek.
  5. Shipping Guarantee = Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin kepada perusahaan pelayaran bahwa bank akan menyampaikan Bill of lading (B/L) asli kepada perusahaan pelayaran apabila B/L tersebut telah diterima oleh bank, hal ini terjadi karena barang impor telah sampai dipelabuhan tujuan sedangkan dokumen impor belum tiba (termasuk B/L), sehingga untuk mengeluarkan barang impor tersebut dari pelabuhan diperlukan shipping guarantee sebagai jaminan untuk mengeluarkan barang import dari pelabuhan hingga dokumen import (termasuk B/L) asli diterima perusahaan pelayaran tersebut.
  6. Customs Bond (Jaminan Bea Cukai) = Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin penangguhan sementara atas pembayaran pajak barang import kepada bea cukai.
Untuk Bank Garansi yang bersifat lokal (wilayah Indonesia), Dasar hukum Bank Garansi tersebut adalah perjanjian penanggunan (borgtocht) yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) pasal 1820 s/d 1850. Untuk menjamin kelangsungan Bank Garansi, maka penanggung mempunyai “hak istimewa” yang diberikan undang-undang tersebut, yaitu untukmemilih salah satu apakah menggunakan pasal 1831 KUH Perdata atau pasal 1832 KUH Perdata :
Pasal 1831 KUH Perdata berisi Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya.
Sedangkan pasal 1832 KUH Perdata berisi Si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berutang lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya…
Perbedaan kedua pasal tersebut menjelaskan bahwa jika Bank menggunakan pasal 1831 KUH Perdata, apabila timbul cidera janji, si penjamin (Bank) dapat meminta benda-benda si berhutang disita dan dijual terlebih dahulu, Sedangkan jika menggunakan pasal 1832 KUH Perdata, Bank wajib membayar Garansi Bank bersangkutan segera setelah timbul cidera janji dan menerima tuntutan pemenuhan kewajiban (klaim).
Dalam warkat Bank Garansi, Bank wajib mencantumkan ketentuan yang dipilihnya dalam Bank Garansi bersangkutan, agar pihak yang dijamin maupun pihak yang menerima Garansi mengetahui dengan jelas ketentuan mana yang digunakan.
Ketentuan minimum isi Surat/Warkat Bank Garansi berdasarkan SK Direksi BI No. 23/88/KEP/DIR 18-3-1991, yaitu :
  • Mencantumkan nama dan alamat Bank Penerbit
  • Mencantumkan tanggal penerbitan
  • Mencantumkan transaksi yang dijamin
  • Mencantumkan jumlah uang yang dijamin
  • Mencantumkan tanggal mulai berlaku dan berakhirnya Bank Garansi
  • Mencantumkan penegasan batas waktu pengajuan klaim (14 hingga 30 hari dari tanggal berakhirnya Bank Garansi)
  • Mencantumkan judul “Garansi Bank” atau “Bank Garansi”
  • Mencantumkan ketentual pasal 1831 atau pasal 1832 KUHP
Sedangkan untuk Bank Garansi yang bersifat antar negara dapat menggunakan Demand Guarantee yang mengacu atau mengikuti aturan/ketentuan dalam Uniform Rules for Demand Guarantees 758 (URDG 758) dan hukum negara yang telah disepakati kedua belah pihak dalam penyelesaian masalah jika bersengketa.
Transaksi Bank Garansi ini bagi sebuah Bank termasuk transaksi yang bersifat off balance sheet artinya diluar neraca karena transaksi ini belum secara langsung membawa perubahan terhadap posisi aktiva maupun passiva neraca, akan tetapi baru menimbulkan suatu komitmen atau kontijensi. Di dalam persamaan akuntasi belum dilakukan posting ke dalam perkiraan-perkiraan neraca, tetapi hanya dicatat secara administrative. Kontijensi adalah situasi hasil akhir berupa keuntungan atau kerugian yang baru dapat dikonfirmasi setelah terjadinya suatu peristiwa pada masa yang akan datang. Dapat disimpulkan baik komitmen maupun kontijensi akan dapat menimbulkan tagihan dan kewajiban yang akan datang.

0 comments:

Post a Comment